Kebersamaan Dalam Bayangan Pelemahan Rupiah



Hanya dalam hitungan kurang dari setahun sejak Bank Dunia (World Bank) memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun 2015, ekonomi global terus melemah. Disisi yang lain Dollar Amerika  terus menguat  ditambah pula dengan   Langkah Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBOC) mendevaluasi mata uang yuan   membuat  semakin melemahnya  nilai rupiah. Rupiah terhadap dollar Pada Desember 2014 di posisi Rp 12.440 , Juni 2015 di level  13.311  dan di Agustus 2015  sudah melebihi   level psikologis pada nilai di atas Rp. 14.000,- Padahal, asumsi nilai tukar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) 2015 sebesar Rp. 12.500 per dolar AS.


Pelemahan nilai tukar dan belum pulihnya ekonomi global secara langsung berdampak pada perekonomian Indonesia. Selain  akan mengakibatkan beban utang pemerintah semakin berat  juga    melambatnya perekonomian nasional,  salah satu indikatornya adalah  turunnya impor  di kuartal I dan II yang dibarengi dengan penurunan konsumsi dalam negeri. Secara tidak langsung  kondisi perekonomian nasional  akan berdampak pada penerimaan pajak,  sebagaimana dirilis Direktorat Jenderal Pajak  (Kontan, 6/5) bahwa  keadaan penurunan nilai rupiah  mempengaruhi penerimaan pajak,  antara lain   penerimaan   PPh Pasal 22 Impor mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 6,43 persen ,  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 9,09%   dan  Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Impor juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 29,8%.  


Namun demikian   sebagaimana dilansir dalam  inilah.com  (7/8) - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro optimistis realisasi pajak tahun 2015 bisa mendekati target yang ditetapkan dalam APBN-P sebesar Rp1.294,2 Triliun. Meskipun hingga pertengahan tahun penerimaan belum memenuhi ekspektasi. Bambang menilai pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir tersebut tidak membahayakan dari sisi fiskal. Masih menurut  Menteri Keuangan , risiko fiskal tahun 2015 yang utama bukan datang dari nilai tukar, tetapi berasal dari target penerimaan berupa pajak. “Kalau kita membicarakan risiko fiskal tahun 2015, risiko itu lebih kepada target penerimaan, terutama pajak,” tandasnya. 


Sejalan dengan  Menteri Keuangan ,  Dirjen Pajak berharap penerimaan pajak di periode berikutnya dapat terus meningkat. Hal ini seiring dengan diberlakukan berbagai terobosan kebijakan perpajakan maupun peningkatan kepatuhan wajib pajak, yang antara lain melalui pencanangan Tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak. Dengan tahun ini, seluruh wajib pajak dihimbau agar membetulkan SPT tahunannya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dengan insentif pembebasan sanksi administrasi   

Saat ini tantangan terberat adalah bagaimana perekonomian nasional bisa bertahan dari dampak melemahnya ekonomi dunia. Ibarat   pertandingan  sepak bola , tidak pernah ada yang bisa menduga hasil sebuah pertandingan, bahkan Tim bertabur bintang seperti Real Madrid saat berjuluk  los galatikos jilid II  di tahun 2009-2011    tidak berhasil  meraih gelar juara  liga champion sebagai simbul supremasi sebak bola proffesional dunia,  bahkan sering terjadi kejutan tim kecil mengalahkan tim besar  karena kedisiplinan dan sinergi yang kompak antar pemain mengalahkan tim yang bermain mengandalkan individual pemain.


Ada hal-hal yang perlu  diperhatikan dalam sebuah pertandingan yaitu team yang baik, pelatih, taktik, strategi dan keberuntungan. Bila merefleksikan  keadaan ekonomi saat ini sebagaimana  pernyataan Menteri  Keuangan   “Kalau kita membicarakan risiko fiskal tahun 2015, risiko itu lebih kepada target penerimaan, terutama pajak,” . Maka  penerimaan pajak mempunyai arti yang sangat penting dalam menghadapi gejolak ekonomi nasional. Dengan target yang oleh sebagian  kalangan menyebut fantastis sebesar   + Rp. 1.294 T sementara beberapa kebijakan yang diharapkan dapat mendongkrak penerimaan pajak ditunda  pelaksanaannya, seperti  pengenaan PPN jasa Jl. Tol , akses data perbankan ,  dll. Memasuki kuartal ke III sebagaimana dirilis Ditjen Pajak,  realisasi penerimaan  pajak memang belum memuaskan,  perlambatan ekonomi masih terasa hingga awal kuartal III/2015 yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan penurunan impor hingga akhir Juli  juga memicu penurunan konsumsi dalam negeri yang berkontribusi pada penurunan penerimaan PPN dalam negeri. Namun  tidak ada kata menyerah, Dirjen Pajakpun optimis penerimaan pajak masih ada harapan  mencapai target   seiring dengan diberlakukan berbagai terobosan kebijakan perpajakan maupun peningkatan kepatuhan wajib pajak yang antara lain melalui pencanangan Tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak


Ibarat   sebuah pertandingan, kondisi   saat ini telah memasuki  injury time , maka  sudah saatnya seluruh energi Tim  dan  pelatih harus saling bahu membahu dalam menerapkan taktik, strategi untuk menciptakan peluang kemenangan, walau faktor terakhir keberuntungan tidak bisa dipungkiri.  Tidak ada  lagi mencari kesalahan pihak lain, tapi bagaimana fokus meraih kemenangan. Kebersamaan dalam bersinergi    dan kekompakan tim menjadi salah satu kunci keberhasilan, karena sehebat apapun kepiawean individual bila  tidak didukung oleh kerjasama tim sulit untuk mencapai sebuah kemenangan.



Saat inilah momentum  untuk sinergi dan kebersamaan berbangsa harus di tonjolkan, tidak ada lagi ego sektoral semua harus fokus menyelamatkan ekonomi nasional, salah satunya dengan mengamankan Anggaran Belanja Negara yang lebih dari 75% dari penerimaan sektor pajak.  Seiring dengan tahun pembinaan wajib pajak yang dicanangkan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada  tanggal 29 April 2015, maka  semua institusi pemerintah pusat dan daerah langsung maupun tidak langsung terikat untuk mensukseskannya,  dan  sangat diharapkan peran aktif semua lembaga pemerintahan untuk ikut  mensosialisasikan program tahun pembinaan wajib pajak tersebut. Pertanyaannya adalah apakah masyarakat sudah tersosialisasi dan memahami apa itu tahun pembinaan wajib pajak ?, dan  apakah juga sudah tersosialisasikan tahun pembinaan wajib pajak kepada semua lembaga negara baik di pusat maupun di daerah sehingga ada semangat yang dibangun untuk kebersamaan mensukseskan tahun pembinaan wajib pajak yang telah di canangkan presiden pada bulan April ?, dan tidak kalah menariknya adalah apakah Wajib Pajak tahu apa manfaat yang diterima wajib pajak dalam  tahun pembinaan wajib pajak ini ?   



Seperti diketahui bahwa dalam tahun pembinaan wajib pajak, Wajib Pajak kembali diberi kesempatan untuk memperbaiki/membetulkan laporan perpajakannya sesuai dengan keadaan  yang sebenarnya. Kenapa Wajib Pajak di minta aktif dalam tahun pembinaan ini ?,  karena Wajib Pajaklah yang tahu kebenaran dan kepatuhan perpajakannya, mengingat  pajak bersifat self assessment yaitu WP menghitung dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.



Belajar dari negara Korea Selatan yang hari kemerdekaannya  hampir sama dengan Indonesia hanya berselisih 2 hari yaitu pada tanggal 15 Agustus 1945, sebuah negara yang dilanda perang saudara selama 3 tahun,  saat krisis 1998  rakyat Korea Selatan dihimbau menyumbangkan emasnya dan mereka berbondong-bondong membantu perekonomian nasionalnya yang terpuruk. Tidak ada salahnya bila kita meniru semangat kebersamaan rakyat korea dalam mengatasi krisis keuangan di negaranya. Beberapa ekonom dan para pakar menyatakan saat ini Indonesia memang bukan dalam fase krisis karena fundamental ekonomi cukut kuat, namun pelambatan ekonomi perlu dicermati terus agar tidak masuk dalam fase krisis finansial sebagaimana tahun 1998 atau 2008.  Benang merah yang ingin ditarik dari krisis yang dialami Korea tahun 1998 adalah adanya semangat bersama antara rakyat dan pemerintah untuk menyelamatkan perekoniomiannya, maka  akan sangat elok bila disaat ini masyarakat baik Wajib Pajak Perorangan maupun Badan berbondong-bondong  membetulkan perpajakannya yang secara langsung akan berdampak positif pada sektor penerimaan negara.



Disisi yang lain,  benang kusut dalam  mensukseskan progran kebijakan tahun pembinaan  wajib pajak adalah banyaknya Wajib Pajak (WP) yang   kurang memahami hak dan kewajiban perpajakannya atau adanya pengaruh dari “oknum oknum tertentu” untuk penghindaran pajaknya. Disisi yang lain data yang berkaitan dengan perjakan yang diterima Ditjen Pajak sangat minim tidak mencakup seluruh aktifitas ekonomi  Wajib Pajak, keadaan inilah yang juga menghambat WP akan membetulkan perpajakannya karena tidak tahu mana yang harus dibetulkan, sementara dari Ditjen Pajak juga tidak memberikan informasi mana yang terdapat ketidakwajaran dalam perpajakannya.



Maka saat inilah semua pihak  baik lembaga Pemerintah maupun non pemerintah/swasta seperti lembaga, asosiasi, ikatan profesi dll untuk memberikan informasi  berkaitan dengan aktifitas ekonomi yang berkaitan dengan perpajakan  kepada Ditjen Pajak, sehingga Ditjen Pajakpun mempunyai data akurat untuk diberitahukan kepada Wajib Pajak hal mana yang perpajakannya kurang/tidak sesuai ketentuan agar laporan pajaknya dibetulkan dengan memanfaatkan kebijakan penghapusan sanksi. Dan pemberian informasi ini telah termaktub dalam Psl. 35A dan Psl. 41 C UU KUP.



Masih  ada waktu kurang dari 4 bulan sebelum berakhirnya tahun 2015, dengan sinergi yang optimal antar lembaga pemerintah,  membangunan kepercayaan dan kepastian hukum kepada para Wajib Pajak  dalam mensukseskan  tahun pembinaan wajib pajak 2015, optimis  proyeksi  penerimaan pajak secara keseluruhan  sebesar minimal 91,5% seperti diharapkan Pemerintah  di akhir tahun dapat tercapai.


 by must itjand

Komentar

Postingan Populer