Pajak di dua dunia



google.com
James Canton seorang enterpreneur  sekaligus CEO dan Chairman Institute  for Global future  (tekno.kompas.com) Dalam bukunya berjudul The Extreme future ; the Top  trends that Will reshape the World  the Next 5, 10, and 20 Years, yang  diterbitkan pertama kali pada tahun 1997, memaparkan tren yang akan mengubah wajah dunia masa depan, di buku tersebut selain meramalkan soal transformasi ekonomi secara global  dan krisis energi yang memuncak, Canton juga menggambarkan peran penting ilmu pengetahuan dan teknologi dalam merevolusi dunia. Dia juga mengangkat istilah ‘innovation economi” atau ekonomi yang berbasis inovasi. Salah satunya adalah komputer yang semakin mungil, robot menggantikan  peran manusia,  termasuk pula teknologi “ajaib” di dunia medis.
18 tahun sejak buku James Canton diterbitkan, innovation economi terus berkembang seiring perkembangan dunia digital yang maju pesat , bukan lagi dalam kategori evolusi namun sudah tahap super revolusi mengingat kecepatan  perubahan dunia digital bukan lagi hitungan tahun, tapi  bisa dalam hitungan bulan. Coba kita tengok di era ‘90an dimana pada masa itu  masyarakat baru mulai mengenal   telekomunikasi  berbasis  internet  dan masih sangat terbatas baik jangkauan maupun kapasitasnya, namun saat ini semakin marak dan cepat  perkembangan teknologi smart phone. Televisi  pada tahun 1970an  mengenal VCR (Video Cassette Recorder)  dan tahun 1980an  mulai diperkenalkan  TV kabel, tahun 1990an menggunakan teknologi CRT (Cathode Ray Tubes) dan tahun 2000an telah menggunakan teknologi HDTV serta   bentuknya mulai tipis dengan layar semakin lebar bahkan juga ada yang layarnya semakin kecil . Saat ini selain sudah ada TV dengan teknologi 3 D, juga mulai dikembangkan layar fleksibel lewat teknologi WiDi (Wireless display).
Dahulu teknologi  digital  dirasa tidak mungkin dan hanya  ada di cerita fiksi film-film hollywood,  namun saat ini   kehadirannya tidak bisa lepas dari aktifitas sehari-hari kehidupan masyarakat. Bahkan hampir setiap orang telah tergantung dengan perangkat digital yang terhubung dengan internet, dengan kata lain dunia  internet  telah  saling menghubungan setiap orang  tanpa batas usia, tanpa batas waktu dan tanpa batas wilayah/negara. Dewasa ini  bagitu banyak anak  muda  yang berperan penting dalam membangun dan mengembangkan berbagai jenis startup untuk mempermudah setiap aktivitas yang terhubung dengan dunia internet, misal  Indowebster, PriceArea, Tiket.com,  Buka lapak, rumah123, kaskus dan yang lagi fenomenal Gojek.com
Perkembangan internet yang dikenal dengan dunia maya sangatlah pesat seiring dengan pesatnya perkembangan dunia digital di manca negara ,  menyadur dari kitabeda.com (22/10/2015)   infograpik dunia digital di Indonesia dengan total populasi 255,5 juta jiwa, pengguna internet aktif adalah sejumlah 72,7 juta  dengan total pengguna internet mobile 54 juta. Rata-rata pengguna harian internet  menggunakan PC/ tablet atau menggunakan mobile berkisar 3-5 jam sehari dengan kata lain 20% waktunya untuk membuka akses internet, bila rata-rata tidur memerlukan 6 jam sehari maka waktu aktifnya hampir 30% digunakan untuk akses internet.  Yang menarik  aktifitas jual beli di Indonesia dewasa ini  pengguna PC yang mencari produk untuk membeli di akhir bulan adalah sebesar 18% dan yang membeli diakhir bulan adalah 16%, yang mencari produk menggunakan mobile adalah 11% dan yang membeli produk adalah 9%. Untuk total populasi  pengguna mobile untuk mobile bangking adalah 11%.   Dengan kata lain  perkembangan dunia internet tidak hanya sebagai sarana komunikasi namun sudah menjalar pada dunia bisnis yang  perkembangannya sangatlah pesat.
Transaksi bisnis di dunia maya atau di era digital saat ini dikenal dengan e-commerce , menurut Laudon & Laudon (1998) vier2cha.wordpress.com , E-Commerce adalah suatu proses  membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai  perantara transaksi bisnis.  Merujuk wikipedia.org, e-Commerce atau varian yang sama,  singkatan dari electronic commerce, adalah perdagangan produk atau jasa dengan menggunakan jaringan komputer, seperti Internet. Electronic commerce mengacu pada teknologi seperti mobile commerce, transfer dana elektronik, manajemen rantai suplai, pemasaran Internet, proses transaksi online, pertukaran data elektronik (EDI), sistem manajemen persediaan, dan sistem pengumpulan data otomatis. Perdagangan elektronik modern biasanya menggunakan World Wide Web untuk setidaknya satu bagian dari siklus hidup transaksi ini, meskipun juga dapat menggunakan teknologi lain seperti e-mail.
Ada sebuah berita menarik, perkara penipuan jual beli tas Hermes Rp. 950 juta (news.detik.com , 29/9/2015), yang menarik adalah terdakwa  (D)  sejak tahun 2009 telah melakukan usaha bisnis online sebagai perantara jual beli berlian, tas bermerek seperti Hermes. Berita ini menggambarkan bagaimana transaksi bisnis e-commerce tidak hanya antar perusahaan namun   bisa antar perorangan dengan omzet  ratusan juta rupiah.
Bila menilik berita dan ulasan e-commerce di Indonesia, potensi bisnis di Indonesia sangatlah menjanjikan,  sebagaimana dilansir indotelko.com (1/10/2014),   Chief Executive Officer Cyber Park Indonesia Dedi Yudiant mengungkapkan  pangsa pasar e-commerce di dalam negeri sendiri diperkirakan akan terus tumbuh. Bisnis e-commerce dunia pada tahun 2013 lalu tercatat sebesar US$ 1,25 triliun. Tahun ini bisnis e-commerce diramal masih akan tumbuh hingga mencapai US$ 1,5 triliun. Para pemain e-commerce lokal pun banyak bersolek untuk mencuil pendapatan. Blibli.com menargetkan pertumbuhan penjualan tiga kali lipat pada tahun  2015, sementara Zalora Indonesia mulai bekerja sama dengan desainer lokal untuk menghadirkan produk fashion secara eksklusif di website Zalora. Tahun 2015 dunia e-commerce di Indonesia menunjukkan makin cerah dibanding tahun 2014  (dailysocial.net). Di tahun 2015, indikator e-commerce Indonesia menunjukkan sinyalemen yang semakin cerah. Redwing memperkirakan nilai pasar e-commerce di Indonesia antara $1 miliar hingga $10 miliar pada 2015. Diprediksikan dalam tiga tahun ke depan pangsa pasar e-commerce Indonesia akan tumbuh sebesar 250 persen.
Dalam perkembangan dunia serba digital saat ini,  bisnis di dunia maya tidak hanya monopoli korporasi namun bisa juga oleh perorangan, tidak jauh berbeda dengan perdagangan secara konvensional.  Tentunya secara langsung juga ada potensi buat penerimaan negara dari sektor perpajakan sesuai amanat undang-undang. Dalam  UU Nomor  6 tahun  1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 16 tahun 2009 mengenai Ketentuan Umum Perpajakan  Pasal 2 ayat (1) bahwa Wajib Pajak yang telah memenuhi persayaratan subjektif dan objektif  berdasarkan sistem self assessment , wajib mendaftarkan diri pada kantor Ditjen Pajak  untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dan sebagaimana  UU nomor 7 tahun 1983 sebagaimana  telah diubah terakhir dengan nomor 36 Tahun 2008  mengenai Pajak Penghasilan Pasal. 4 ayat (1) bahwa  yang menjadi objek pajak adalah penghasilan , yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak , baik berasal dari Indonesia maupun diluar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pengertian penghasilan dalam hal ini tidak memperhatikan dari adanya penghasilan dari sumber tertentu , tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomi.
e-commerce tidak terlepas juga dari penyerahan/pemanfaatan barang baik barang berwujud maupun tidak berwujud, begitu pula di Indonesia , transaksi ecommerce  pada umumnya juga  dibarengi penyerahan barang bisa di dalam daerah pabean (wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat  tertentu di ZEE dan landas kontinen yang didalamnya berlaku  UU yang mengatur mengenai kepabeanan) atau bisa lintas negara.  Atas penyerahan/pemanfaatan/impor/ekspor barang berwujud dan tidak berwujud  dapat dikenakan  PPN sesuai Psl 4 UU nomor 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai  Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah.
Secara umum sudah saatnya pemerintah mulai melirik potensi pajak dalam  bisnis di dunia maya, karena transaksi /bisnis di dunia maya tidak jauh berbeda dengan transaksi bisnis konvensional yaitu bertemunya penjual dan pembeli dan adanya transaksi/pemanfaatan/ penyerahan barang/jasa. Sebagaimana dilansir starupbisnis.com/27/08/2014, menurut Direktur Transformasi Proses Bisnis, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Wahju K Tumakaka mengatakan, tidak terdapat perbedaan aspek perpajakan antara transaksi e-commerce dengan perdagangan konvensional. “Tidak ada pajak baru di bidang e-commerce,” kata dia dalam seminar perpajakan, di Kantor Pusat DJP. Dan sesuai Surat  Edaran Dirjen Pajak Nomor  62/PJ/2013 tanggal 27 Desember 2013  tidak ada pajak baru pada transaksi e-Commerce sehingga berlaku ketentuan umum.
Akan sangat menarik apabila melihat fenomena saat, mungkin untuk korporasi  tidaklah begitu rumit karena telah ber NPWP  bahkan dalam web/situs  selalu menyertakan SIUP, TDP sehingga user bisa mengecek keabsahannya, contoh treveloka.com mencantumkan alamat dan nomor telepon, thalita-reload.org penawaran transaksi melalui telegram dalam situsnya selain menampilkan alamat, nomor  telepon juga menampilkan SIUP, TDP dan Notaris. Hal ini  mempermudah negara (Ditjen Pajak )  dalam pembinaan  dan pengawasan  kewajiban perpajakannya. Yang sulit adalah  transaksi yang melalui media sosial semacam kaskus, facebook, atau toko on-line yang semakin marak akhir akhir ini. Ibaratnya transaksi e-commerce yang  sulit terdeteksi tersebut bagaikan pasar yang tak tersentuh. Karena dalam pasar e-commerce pelakunya tidak terbatas pada korporasi, tapi bisa juga perorangan, bisa ibu rumah tangga, mahasiswa/pelajar, PNS , TNI,  wirausahawan bahkan bisa juga anak-anak. Dan dalam transaksi  bisnis ini tidak ada batasan yang mengikat serta  melewati batas batas negara. 
Disisi yang lain Dirjen Pajak (liputan6.com/15/4/2015) mengaku saat ini masih kesulitan dalam melakukan pendataan pemain e-commerce di Indonesia yang makin ramai. Masih belum adanya aturan baku terkait sistem pendaftaran pemain bisnis online di Indonesia ditengarai menjadi faktor penghambat lain dalam menerapkan aturan pajak.  Selain itu, Menkominfo mengaku sedang berusaha menghadirkan sistem pembayaran yang bisa digunakan secara baku di semua bisnis online (payment gateway). Kehadiran sistem pembayaran baku ini akan memudahkan pemerintah dalam memonitoring dan mengenakan pajak di setiap transaksi yang dilakukan.
Adalah sebuah dilema, di sisi yang lain bisnis di dunia maya menurut para pakar mengalami kemajuan yang pesat dengan perkiraan potensi penerimaan pajak yang besar,  namun disisi yang lain bisnis ini bisa dikatakan masih dalam tahap bayi yang baru tumbuh sehingga perlu perlindungan dan insentif dari pemerintah. Dibeberapa negara  bisnis ecommerce  mendapat insentif perpajakan, sebagai contoh  dibeberapa negara tetangga seperti Singapura atau  Tiongkok  starup dibebaskan dari pajak selama lima tahun agar bisa tumbuh. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyarankan pemerintah memberi insentif pajak selama tiga tahun bagi perusahaan rintisan (startup) atau usaha kecil menengah (UKM) yang bergerak di bidang jual-beli online agar mereka bisa tumbuh dan diharapkan memberi kontribusi pada perekonomian negara.
Ada sebuah ide menarik berkaca dari perawatan bayi yang baru lahir hingga tumbuh dewasa, dimana setiap bayi wajib diberi imunisasi yang terjadwal dan dipantau kesehatannya,  begitu pula untuk bisnis di dunia maya, akan elok apabila semua pelaku bisnis di dunia maya wajib ber NPWP dengan kata lain salah satu verifikasinya yang pada umumnya dengan mengecek alamat domisili/usaha,  maka wajib pula untuk mencantumkan NPWPnya. Sebagai contoh olx Indonesia  dimana penjual hanya mencantumkan kontak person telepon atau PIN BB akan lebih elok juga bila mencantumkan NPWP, THEBATIK.co.id,  atau parasantique.com juga terbatas hanya mencantumkan alamat, email dan nomor telepon, dan begitu pula situs situs jual beli on-line pada umumnya hanya mencantumkan alamat atau hanya nomor telepon/PIN BB tanpa mencantumkan NPWP. Bila mencantumkan NPWP maka akan menambah tingkat  kridibilitas penjual, mempermudah pembinaan /konseling perpajakan oleh pemerintah (Ditjen Pajak),  dan manfaat bagi  pelaku usaha adalah informasi/pembinaan perpajakan baik hak dan kewajibannya akan diperoleh langsung dari  Direktorat Jenderal Pajak  sehingga tidak bias oleh kesalahan /pengaruh-pengaruh penghindaran pajak. Dan dengan NPWP tersebut maka pembinaan, pemantauan perpajakan   bisnis e-commerce dapat dilakukan secara efektif.
Meningkatkan kesadaran perpajakan masyarakat memang tidak mudah,  perlu kerja keras, kerja cerdas dan terstruktur.  Ditjen Pajak saat ini salah satu kegiatan ekstensifikasinya adalah melakukan penyisiran terhadap pelaku usaha,  yang salah satu terobosan pelayanannya dengan istilah triple one, yaitu pelayanan pembinaan perpajakan terhadap wajib pajak baru yang terpola dan terstruktur dilaksanakan melalui telepon  dan bertahap dalam rentang waktu 1 minggu, 1  bulan dan 1  tahun setelah  Wajib Pajak ber NPWP/terdaftar.  Begitu pula untuk bisnis di dunia maya, tentunya ada perlakuan yang sama dan bisa lebih mudah. Sudah saatnya ekstensifikasi pajak tidak hanya menyisir pelaku usaha konvensional tapi juga menyisir pelaku usaha  e-commerce. Begitu pula untuk konsultasi dan pengawasannya  sudah saatnya ada satu unit yang khusus memantau perkembangan usaha yang melalui e-commerce, sebagaimana  negara Jepang telah membentuk   tim khusus untuk menggali potensi dari transaksi e-commerce dengan nama Professional Team for e-Commerce Taxation (PROTECT). Tim PROTECT tidak hanya mengumpulkan transaksi dari perusahaan perusahaan besar yang di Jepang tetapi juga mengumpulkan transaksi dari SME’s yang rata-rata  ibu rumah tangga, pelajar/mahasiswa, atau orang pribadi yang melakukan usaha sampingan berjualan secara elektonik. Untuk meniru negara Jepang mungkin masih jauh karena diperlukan SDM dan sarana teknologi yang memadai, namun tidak ada salahnya bila mulai dirintis dari hal yang sederhana misal di setiap Kantor Pajak telah ada unit yang mengawasi/menyisir pelaku bisnis on-line dengan menyisir kewajiban memiliki NPWP dan keberadaan lokasi  untuk mengetahui riil proses bisnisnya.
Inilah tantangan perpajakan dewasa ini, kita tahu saat ini Ditjen Pajak telah  mengembangkan kemudahan pelayanan perpajakan melalui internet seperti e-register, e-SPT, e-filing, e-faktur dan e-billing, dan pelayanan perpajakan lainnya yang sedang dan akan terus dikembangkan seiring transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan untuk menuju Indonesia yang lebih baik. Namun  perlu diingat sesuai UU Nomor  6 tahun  1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 16 tahun 2009 mengenai Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 1 angka 1 bahwa Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang. Maka selain memberikan pelayanan  perpajakan Ditjen Pajak juga ada kewajiban mengawasi  dan law enforcement.
Perkembangan dunia usaha telah berubah beriringan dengan kebutuhan  negara dalam pembiayaan pembangunan yang terus meningkat, tanpa disadari  berkembangnya  zaman  telah ada dua dunia, dalam bahasa gaul dikenal istilah  dunia nyata dan  dunia maya yang masing-masing mempunyai  karakteristik dan potensi, dan pajak ada di  dalamnya, karena  pajak ada di dua dunia.
by must itjand


Komentar

Postingan Populer