Ndilalah
Kata “ndilalah”
adalah kosa kata bahasa jawa yang memiliki pengertian adanya keterkaitan antara suatu kejadian dengan kejadian lain secara kebetulan baik langsung maupun tidak
langsung , namun dalam tulisan ini ndilalah
yang dimaksud adalah kejutan-kejutan
dari Sang Pencipta yang
diberikan kepada penulis untuk lebih menyadarkan bahwa hidup ini telah
diatur oleh-Nya.
Saat sedang asyik-asyiknya menyelesaikan pekerjaan karena kejar
tayang
mengoreksi LHP dan SPUH
berkas keberatan limpahan Kantor Pusat yang jatuh tempo kurang dari 5 minggu lagi, ndilalah kok yao ada telepon dari sahabat, saya katanya
“Bila ada waktu agar datang ke lantai 2 untuk
bertemu dengan ibu Tyas”, saya
lebih mengenal Ibu Tyas saat Workshop kode etik DJP tahun 2008, beliau adalah salah satu kasubdit yang menginisiasi acara tersebut, saya lebih mengenal beliau dengan sapaan sahabat “ibu, saya
adalah…”. Eh ndilalahnya saat bertemu beliau sudah bayak teman-teman pada sibuk menyiapkan suatu perhelatan besar yang jam tayangnya beberapa jam lagi.
Terlihat disana semangat kerja
tim sangat nampak, ada Pak Wahyu Tumakaka , ada beberapa
pejabat eselon III dan IV dan banyak lagi lainnya, semua saling mengisi membuat saya makin yakin budaya
“team work” bisa
terbangun tanpa harus tersekat
formalitas jabatan. Terlihat ada ibu Euis Fatimah, Pak Iwan Djuniardi, ibu Tyas, mbak Anik, mbak Heni , mas Agus dan banyak lagi lainnya, dengan
semangat empat lima bagaikan “crew penyanyi
top dunia” mereka mempersiapkan
perhelatan sesempurna mungkin. Ndilalahnya aku ingat budaya professionalisme
yang sedang dikembangkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam “professionalisme “ semua menjalankan peran dan tugasnya dengan sesempurna mungkin mereka berbenah dan terus
berlatih karena sebuah keberhasilan saling terikat antara satu dengan yang lain, dari penata cahaya, dekorasi panggung, pengatur acara,
MC, sampai pengisi acara dan
semua pihak termasuk petugas kebersihan,
semua mempunyai arti untuk sebuah keberhasilan.
Ndilalahnya saya dipartnerkan dengan teman saya namanya mbak Tutik T S salah seorang penulis di buku “BERKAH” yang berjudul “Setitik Embun Penyejuk Hati”, kami ditugaskan mewakili teman-teman pegawai DJP untuk memberikan rangkaian bunga pada ibu Menteri di akhir acara nanti, ndilalahnya tugas itu saya anggap biasa-biasa saja wong cuman ngasih bunga, walau untuk itu saya dan mbak Tutik harus latihan di atas panggung berkali-kali, kayak pengambilan gambar sebuah adegan film agar mendapatkan gambar yang terbaik , bahkan ibu “saya adalah..” sampai pejabat eselon II-nya juga memberi arahan bagaikan sutradara professional. Ndilalahnya kok saya masih mengganggap tugas itu biasa-biasa saja dan cuek-cuek saja lah wong tanpa persiapan, ndilalah baju saya bukan baju batik yang biasanya, entah kenapa pagi tadi saat mau berangkat ke kantor saya memilih baju batik lengan pendek yang sudah sangat lama tidak saya sentuh, bila dilihat saat ini model batiknya agak-agak ketinggalan gitu maklum belinya masih di awal masuk modernisasi sekitaran akhir tahun 2004, namun ndilalahnya temen-temen saat itu diam saja dan saya jadi pede aja lagi.
Ndilalahnya saya dipartnerkan dengan teman saya namanya mbak Tutik T S salah seorang penulis di buku “BERKAH” yang berjudul “Setitik Embun Penyejuk Hati”, kami ditugaskan mewakili teman-teman pegawai DJP untuk memberikan rangkaian bunga pada ibu Menteri di akhir acara nanti, ndilalahnya tugas itu saya anggap biasa-biasa saja wong cuman ngasih bunga, walau untuk itu saya dan mbak Tutik harus latihan di atas panggung berkali-kali, kayak pengambilan gambar sebuah adegan film agar mendapatkan gambar yang terbaik , bahkan ibu “saya adalah..” sampai pejabat eselon II-nya juga memberi arahan bagaikan sutradara professional. Ndilalahnya kok saya masih mengganggap tugas itu biasa-biasa saja dan cuek-cuek saja lah wong tanpa persiapan, ndilalah baju saya bukan baju batik yang biasanya, entah kenapa pagi tadi saat mau berangkat ke kantor saya memilih baju batik lengan pendek yang sudah sangat lama tidak saya sentuh, bila dilihat saat ini model batiknya agak-agak ketinggalan gitu maklum belinya masih di awal masuk modernisasi sekitaran akhir tahun 2004, namun ndilalahnya temen-temen saat itu diam saja dan saya jadi pede aja lagi.
Saat adzan
magrib selesai dikumandangkan atau 1 jam sebelum perhelatan itu dimulai ndilalah
hati ini mulai grogi, sampai-sampai saya
berdoa agar acara yang disiapkan
temen-temen panitia dengan susah payah
tidak berantakan gara-gara saya, eh siapa tahu ndilalah saya jalannya
kesrimpet kabel listrik terus jatuh tergulung-gulung terus pingsan terus lampu
mati kan pada repot semuanya , apalagi bila ketahuan ada orang terguling-guling dan pingsan pake baju
batik yang modelnya katrok maklum bajunya
model batik lebih dari 5 tahun lalu, apa nggak bikin geger tuh.
Ndilalah
waktu kok rasanya berlalu cepat sekali, petangpun berlalu, malam mulai menggelanyut mengiringi
jarum jam menunjuk pukul 7 malam
, saat makan malam para undangan sudah mulai ahdir, banyak teman-teman lama pada bernostalgia
walau ndilalahnya ada sahabat saya yang selalu saya perhatikan dianya cuek-cuek saja. Sehabis makan malam
saat saya menuju ruang utama, eh ndilalah saya berpapasan dengan rombongan Ibu Menteri Sri
Mulyani bersama Pak Dirjen sedang menuju ruang tunggu untuk bersantap malam, ndilalah
hati ini mulai tambah grogi toh…terlihat ibu menteri dengan pakean
stelan celana panjang berjalan anggun
tanpa menutup aura ketegasan beliau. Ndilalahnya acara akan segera dimulai,
partner saya untuk tugas memberikan
rangkaian bunga buat beliau kok tidak muncul-muncul, sampa-sampai ibu “saya adalah…’
ikut heboh mencarinya…., termasuk ibu Widi pun tak luput h2c alias harap-harap
cemas, dan ibu Widi berujar
bila sampai injury time tidak muncul
telah ditunjuk partner
pengganti , eh ndilalah partner
pengganti itu ternyata
cantik juga loh.
Saat acara sudah
berjalan, eh ndilalahnya partner
saya akhirnya muncul walau sampai-sampai ibu Tyas yang dikenal dengan “saya adalah..” datang ke belakang panggung untuk memastikan semua ”under
control” alias mbak Tutiknya sudah stand by. Acara demi acara berlalu diselingi tata lampu
yang kadang kala terang kadang kala temaran, eh ndilalah saya kok ya ingat baju
batik saya yang berlengan pendek, dengan
konsultasi sana sini akhirnya diputuskan
baju batik lengan pendek
saya harus dibalut jaket hitam, jadilah saya bergegas ke tempat parkir
ambil jaket, dan ndilalahnya jaket yang ada kok ya jaket katrok juga alias jaket yang
udah luama seumuran baju batik yang saya pakai, karena belinya
juga pas disaat awal modernisasi
awal-awal tahun 2005 , jadilah
saya malam itu pake baju batik
dibalut jaket hitam saksi sejarah
dalam menggawangi awal pembentukan prototype
KPP Pratama di penghujung 2004
dan diawal 2005.
Waktu
beranjak mendekati malam, jarum jam di
tangan telah menunjuk lebih dari pukul
9 malam, terdengar alunan gitar
biduan senior dan aktifis demokrasi
Franky Sahilatua, dengan selingan “dongeng
kisah manusia” yang dibawakan sangat apik oleh sutradara senior Garin Nugroho, sebuah dongeng tentang kisah
perjalanan seorang manusia, membuat
suasana malam itu begitu syahdu dengan iringan syair-syair lagu yang sangat
kental makna. Bahkan sebuah lagu
“Leaving on a Jet Plane” ndilalah
membuat saya semakin bergidik,
apalagi semua yang dibelakang panggung
bahkan para hadirin
termasuk Ibu Menteri ikut
menyanyikan beberapa syair kalimatnya “…..
So kiss me and smile
for me, tell me that you wait for, hold me like you never let me go…I’am
leaving on a jet plane, I don’t know when I’ll be back again, oh Babe I hate to
go…”, ndilalah syair-syair itu
membuat saya makin terharu dan
makin grogi saja.
Saat
dinyanyikan lagu “Send Me The Pillow”
Ibu Sri yang oleh Garin Nugroho diartikan Sabar Ridho Iklas ikut naik ke atas panggung, suasana semakin gemuruh dengan tepuk tangan
hadirin, Ibu Sri memang penuh talenta, disaat mas Garin Nugroho melanjutkan dongengnya
diringi music Frangky Sahilatua, tanpa
canggung Beliau dengan
cukup merdu melantunkan syair-syairnya.
Saya semakin menyadari bahwa selain beliau pandai, dan tegas juga mempunyai talenta seni. Seni menumbuhkan kreatifitas dalam sebuah
inovasi, dan kreatifitas seni juga telah ditunjukkan rekan-rekan DJP dalam
kepanitiaan ini, dengan digulirkannya acara-demi acara yang terus memberikan
kejutan dan surprise bagi Ibu Menteri, yang memang
layak dan pantas untuk diberi penghargaan, mengingat sepak terjang Beliau dalam
berkomitmen mensukseskan reformasi birokrasi dan menggawangi ekonomi bangsa ini. Ndilalah hal
ini juga disampaikan Ibu menteri saat Beliaunya
memberi kata sambutan , kata Beliau “ bahwa acara ini penuh surprise bagi saya, walau
di saat DJP dalam terpaan
gelombang , ternyata dapat berkreasi , hal ini menunjukkan bahwa SDM DJP adalah handal” dan gemuruh tepuk tanganpun
bergema . Dalam sambutannya pun Ibu Menteri Sri Mulyani tetap memberikan semangat dan apresiasi bagi
aparat pajak untuk terus melanjutkan reformasi birokrasi.
Ndilalah
saya menangkap pelajaran penting yang lain dikala Beliau memberi sambutan, Beliau mengucapkan bahwa “Apapun
kondisinya, saya tidak boleh menangis di
depan anak buah saya” sebuah
pembelajaran bagi saya bahwa seorang pemimpin harus menunjukkan sebuah ketegaran dan menjaga
semangat anak buah untuk terus berjuang.
Walau demikian saya memahami Beliau
juga manusia dan seorang ibu, dimana curahan sedihnya kadang kala tertumpahkan
saat di atas bantal sebagaimana syair
“Send Me The Pillow” yang dilantunkannya bersama Franky
Sahilatua saat mengiringi Mas Garin Nugroho berdongeng tentang bantal.
Ndilalah waktu
yang membuat saya grogi tiba juga, disaat Ibu Ani Natalia sebagai MC mengucapkan kata-kata yang sering
Ibu Sri katakan “ Jangan pernah putus asa untuk
mencintai negeri ini” dan kalimat itu menjadi tema malam ini, Ibu Sri-pun tersenyum
saat beliau diminta untuk tetap di atas panggung, karena akan diberikan rangkaian bunga sebagai
tanda cinta kasih dari para pegawai
pajak, bersamaan dengan itu tak lama kemudian mbak Heni melantunkan
sebuah lagu “Dimana Kan Kucari Ganti “ yang dipopulerkan oleh Sheila Majid, terlihat
ibu Menteri begitu sumringah dengan senyum khasnya, dan tak lepas pula
tangannya terus mengelus pundah mbak Heni yang sedang bernyanyi,
cerminan seorang ibu yang penuh kasih.
Bersamaan
dengan itu pula saya dengan mbak Tutik TS berjalan pelan menuju Beliau dengan membawa sekuntum
rangkaian bunga nan indah, ndilalah
disaat mendekati panggung saya melihat Ibu Menteri mendekat membuat kami semakin grogi karena berbeda
dengan saat berlatih di sore hari tadi,
ndilalahnya saat itu saya sangat
terkesan dengan beliau, walau dia seorang Menteri dengan senyum
khasnya mau menghampiri kami yang katrok
ini , dan apa yang direncanakan akhirnya berjalan dengan
baik rangkaian bunga dengan
kesan sangat dalam mewakili teman-teman pegawai DJP saya menghaturkannya
pada sang Bunda, sang pelopor perubahan
birokrasi, sang tauladan sebuah
integritas demi bangsa dan negaranya , sang
Ibu yang meyejukkan hati anaknya disaat terpaan badai mengguncang akibat
perbuatan GT, sang Srikandi Indonesia
yang terus tersenyum walau dihujat dengan berbagai alasan oleh lawan-lawannya, sang birokrat yang tegar menghadapi para wakil
rakyat, dan sang tauladan seorang Ibu di mata keluarga.
Rangkaian
bunga itu telah berpindah ke tangan lembut
Beliau, dengan senyum khasnya beliau
menjabat tangan saya dan berkata “terima kasih”, banyak kata yang ingin
saya ucapkan namun hanya kata “Selamat
ya bu…” yang terucap, tetapi ndilalah didalam hati saya berteriak “Terima Kasih
ya-Allah atas karuniamu , disaat hambamu
dibalut baju batik dan jaket hitam saksi sejarah awal modernisasi DJP, Engkau beri
kesempatan menjabat tangan
seorang Ibu Menteri yang menjadi
tauladan kami dalam reformasi di
Direktorat Pajak tercinta ini, dan
seorang Menteri yang di awal jabatannya menandatangani Remunerasi
guna menopang modernsiasi DJP”.
Ndilalah tak terasa
sekitaran pukul 10 malam acara usai sudah, selamat jalan Ibu , demi
kepentingan yang lebih besar bagi
Bangsa dan Negara ini, Ibu menerima tugas baru
sebagai salah satu Direktur Bank Dunia pada tanggal 1 Juni nanti, selalu teriring do’a kami, semoga
Ibu diberi kekuatan untuk terus
berkarya demi Bangsa dan Negara, sebagaimana kata-kata
Ibu “ Jangan pernah putus asa untuk mencintai negeri ini”
by must itjand
sebagaimana telah dipublikasikan pada potal DJP tahun 2010
by must itjand
Komentar
Posting Komentar