Pajak dan Kenaikan Harga BBM

Memperhatikan media masa akhir akhir ini banyak dihiasi berita tentang kenaikan BBM dan juga demo penolakan serta analisis analisisi para pakar yang pro dan yang kontra. Sangat menarik bila diikuti, apalagi menelisik kompleksnya tantangan ekonomi di tahun 2015 yang menjadi tantangan pemerintahan presiden Jokowi di awal masa pemerintahannya. Seperti diketahui, pemerintahan Jokowi yang baru berumur kurang dari 2 bulan telah mengumumkan kenaikan harga BBM pada tanggal 17 Nopember 2014 dan berlaku mulai tgl 18 Nopember 2014, dimana jenis premium menjadi Rp. 8.500/ltr naik 30% dan jenis solar menjadi Rp. 7.500,-/ltr naik 36,3%. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan era presiden SBY Firmanzah mengakui, kebijakan kenaikan BBM akan mengakibatkan terjadinya inflasi dalam jangka pendek. Selain itu, hal ini juga akan berakibat pada menurunnya daya beli mayarakat akibat naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok dan produk lainnya. “Masyarakat akan fokus terlebih dahulu untuk mendahulukan kebutuhan yang lebih substansial dan cenderung mengurangi konsumsi barang-barang yang bersifat sekunder,” paparnya sebagaimana dilansir situs resmi Sekretariat Kabinet pada Senin (29/9).

 Selain mengakibatkan inflasi dalam jangka pendek, kebijakan ini juga diperkirakan akan menurunkan daya beli masyarakat, meningkatnya biaya modal dan tuntutan kenaikan upah buruh , dan secara langsung akan berdampak pada dunia usaha yaitu menurunnya permintaan pasar dan meningkatnya biaya produksi. Disisi yang lain pada tahun 2015 terdapat tantangan besar dengan bergulirnya ASEAN Economic Community (AEC). Disisi lain sektor penerimaan negara dalam pembiyaan pembangunan salah satunya dari pajak memberikan kontribusi rata-rata 70% setiap tahunnya. Pajak dalam penerimaan negara adalah PPh, PPN, PBB, BPHTB, Cukai, Pajak lainnya dan juga pajak perdagangan internasional. Sejak tahun 2011 secara bertahap PBB dan BPHTB menjadi penerimaan pajak daerah.

Sandingan kontribusi penerimaan terhadap jumlah penerimaan negara tahun 2007-2014 dengan melihat data www.bps.go.id adalah pada tahun 2007 sebesar 69,4%; tahun 2008 sebesar 67,1%; tahun 2009 sebesar 73,0%; tahun 2010 sebesar 72,7%; tahun 2011 sebesar 72,2%; tahun 2012 sebesar 73,3%; tahun 2013 sebesar 76,5% dan tahun 2014 (RAPBN) sebesar 78,8%. Semakin tahun kontribusi penerimaan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara APBN menunjukkan peningkatan, dimana pada tahun 2007 kontribusinya sebesar 69,4% pada tahun 2013 adalah sebesar 76,5% dan pada RAPBN 2014 sebesar 78,8%.

 Sebagaimana diketahui bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kontribusi jenis penerimaan pajak saat ini didominasi oleh jenis pajak penghasilan (PPh) dan jenis pajak Pertambahan Nilai (PPN) , dimana objek pajak PPH adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau manambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Sedangkan objek pajak PPN adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan/pemanfaatan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, termasuk didalamnya expor/impor BKP maupun JKP. Dan jenis pajak inilah yang sangat ditentukan oleh geliat dinamika ekonomi dan perekonomian baik lokal maupun global karena bersentuhan langsung dengan dunia usaha.

Bila dilihat dari realisasi penerimaan pajak dengan besarnya subsidi dalam APBN atau dalam kata lain apabila besaran subsidi diambil dari peenrimaan pajak, maka penerimaan pajakuntuk subsidi dari tahun 2007-2014 adalah : tahun 2007 sebesar 30,6%; tahun 2008 sebesar 41,8%; tahun 2009 sebesar 22,3%; tahun 2010 sebesar 26,6%; tahun 2011 sebesar 33,8%; tahun 2012 sebesar 35,3% dan tahun 2013 sebesar 25,7%.tahun 2014 bila melihat RAPBN maka sebesar 25,7%. Rata-rata hampir 30% penerimaan pajak digunakan untuk subsidi , baik subsidi energi maupun non energi. Dan kedepan kecenderungan subsidi akan makin dikurangi, terlihat sejak tahun 2013 besaran subsidi dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan besaran subsidi tahun sebelumnya.

 Kenaikan harga BBM telah berkali kali terjadi yaitu Maret tahun 2005 premium dari Rp. 1.850/ltr menjadi Rp. 2.400/ltr, solar Rp. 1.650/ltr menjadi Rp. 2.100/ltr , Oktober tahun 2005 premium manjadi Rp. 4.500/ltr , solar Rp.4.300/ltr, Mei tahun 2008 premium menjadi Rp. 6.000/ltr dan solar Rp. 5.500/ltr , Desember tahun 2008 menjelang pemilu 2009 premium turun menjadi Rp. 5.500/ltr solar tetap, dan ditahun yang sama kembali terjadi penurunan harga BBM premium menjadi Rp. 5.000/ltr dan solar Rp. 4.800/ltr. Namun pada Januari 2009 kembali premium turun menjadi Rp. 4.500/ltr dan solar menjadi Rp. 4.500/ltr. Dengan fluktuasi nilai dolar serta harga minyak dunia , pada Juni 2013 premium naik menajdi Rp. 6.500/ltr dan solar Rp. 5.500,- Nopember 2014 kenaikan premium menjadi Rp. 8.500/ltr dan solar 7.500/ltr.

Dampak kenaikan BBM secara langsung akan mempengaruhi perputaran bisnis dunia usaha baik dari sisi biaya operasional dan menurunnya laba usaha, dikarenakan tekanan pasar akibat melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat. Pada tahun 2008 target penerimaan pajak tercapai 107% sementara saat itu terjadi kenaikan harga BBM yang bila ditotal sebesar 9% , dalam Mei tahun 2008 BBM mengalami kenaikan sebesar 30% namun diakhir tahun diturunkan secara bertahap dari Rp. 6.000/ltr menjadi Rp. 5.000/ltr. Tahun 2009 harga BBM diturunkan sebesar 9% namun pencapean penerimaan pajak adalah 94% dari target. Pada tahun 2013 terjadi kenaikan harga BBM yang sangat signifikan sebesar 44% realisasi penerimaan pajak hanya mencapai 93% atau pencapean terendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana dengan tahun 2014 yang terjadi kenaikan BBM sebesar 31% ? semoga pencapean penerimaan pajak sesuai yg ditargetkan mengingat pencapean penerimaan pajak dengan flutuatif kenaikan harga BBM tidak menunjukkan korelasi yang signifikan.

Refrensi :
1. http://www.kemenkeu.go.id/Berita/kompleksnya-tantangan-ekonomi-indonesia-tahun-depan
 2. liputan 6.com
3. http://www.pajak.go.id
4. http://www.bps.go.id

sebagaimana telah diposting pada kompasiana.com

Komentar

Postingan Populer