BANGKIT DI ERA BARU
Asap panas kopi beradu dengan dinginnya gerimis pagi, ditemani secangkir kopi panas saya bersantai di teras depan sambil sekali kali browsing youtube, terkadang juga melihat notifikasi WhatsApp. Kopi panas masih menemani gerimis pagi, tanpa sengaja mata melirik tanggal di smart phone hampir 3 bulan tahun 2021 telah berlalu dengan segala hiruk pikuknya, hiruk pikuk Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM), wajib rapit antigen untuk penerbangan menuju dan keluar Jawa, musibah bencana banjir di Kalimantan Selatan hingga gempa di Sulawesi Barat, dimulainya vaksinasi dan yang menarik grafik pandemi covid-19 masih belum menggembirakan.
Di awal tahun 2020 media memberitakan ada 25 negara yang melaporkan kasus virus corona wuhan dengan data terinfeksi masih di angka 1 digit, kecuali Cina yang mencapai 5 digit yaitu 14.380 orang terinfeksi corona. Di awal tahun itu Indonesia tidak termasuk negara yang terlapor adanya infeksi virus corona wuhan, namun baru di awal Maret 2020 untuk pertama kalinya diumumkan ada 2 kasus pasien positif corona wuhan. Saat ini virus corona wuhan dikenal dengan Covid-19.
Tahun 2020 telah berlalu, tahun yang menguji daya tahan semua sektor, dari sektor pemerintahan dalam layanan publik, sektor swasta
termasuk UMKM dan sektor sosial ekonomi masyarakat. Di masa awal pandemi kita
mengalami shock, bahkan ASN berkunjung silaturahmi saat idul fitri
dibatasi super ketat cenderung dilarang , perusahaan dan sektor usaha aktifitasnya nyaris terhenti, yang paling terdampak nyata adalah pada sector yang perlu tatap muka langsung seperti
layanan publik perijinan,
pengurusan SIM, Perpajakan, dan
juga sektor pendidikan, kursus/kelas pelatihan, parawisata, transportasi, usaha kuliner dan lainnya .
Perdebatan apakah
kesehatan atau ekonomi yang diprioritaskan menjadi dilema ditambah kearifan lokal dan budaya masyarakat tiap daerah berbeda menambah kompleksitas masa pendemi,
ibarat makan buah simalakama bila salah akan berdampak fatal, dan kita tidak tahu kapan pandemi covid akan berakhir. Namun kehidupan harus terus berjalan, kesehatan dan ekonomi wajib berjalan beriring dalam perubahan tatanan kebiasaan baru adalah pilihan.
Dalam tatanan kebiasaan baru masa pandemi tidak
ada kata selain harus bangkit dan berubah, perubahan yang utama adalah
menemukan pemicu (triger) dan
pengarah (driver) yang akan menjadi
energi perubahan. Masa pandemi ini tidak sulit menemukan triger
karena kita merasakan semua dampak pandemi covid-19 telah menciptakan krisis multidimensi sosial ekonomi dan budaya sampai pada lingkaran terkecil pada kekerabatan keluarga.
Pengarah perubahan (driver), kita bisa
menemukannya pada kebijakan-kebijakan new normal atau dikenal dengan tatanan kebiasaan
baru, termasuk dalam pelayanan
publik salah satunya maraknya layanan non tatap muka dengan memanfaatkan teknologi informasi, di sektor swasta pabrik mengatur pola produksinya, perusahaan
supply chain mengatur kembali pola kerjanya,
bahkan di kampung-kampung banyak ditemui kreatifitas pedagang sayur
dengan membentuk group WA pesanan sayuran. Pemanfaatan teknologi informasi
dan pembatasan kontak erat individu menjadi driver yang
sangat kuat bagi perubahan. Tatanan kebiasaan baru sebagai driver perubahan sama dengan
mengkaji ulang paradigma lama di birokrasi, di sektor swasta dan di
masyarakat bahkan paradigma individu dari paradigma konvensional menuju pembatasan sosial dalam era digital.
Dampak pandemi covid-19 sangat nyata di semua sektor, tidak pilih-pilih korban apakah itu pejabat publik atau rakyat biasa, apakah itu sektor pemerintah atau sektor swasta apakah itu kelompok masyarakat atau keluarga. Agar perubahan tidak sekedar wacana, tidak ada pilihan selain bersama berubah dan bersama menerima perubahan, meleburkan sekat-sekat ego sektoral baik pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat. Dan segera membangun sinergi, ada yang bilang "melakukan perubahan tanpa sinergi ibarat sendirian dalam memadamkan rumah yang kebakaran". Mustahil , orang bugis bilang “mempe bosi”.
catatan kaki meja, must itjand
Komentar
Posting Komentar