e-FAKTUR , SEDIA PAYUNG SEBELUM HUJAN


Sejak modernisasi Ditjen Pajak tahun 2002  pelayanan perpajakan mulai berbasis IT dengan diluncurkannya e-Registration, e-SPT, e-Filing , e-Billing , e-nova dan di tahun 2015 akan ada sejarah baru   dengan mulai berlakunya e-Faktur. Pelayanan  perpajakan berbasis IT mempermudah Wajib Pajak dalam pemenuhan hak dan kewajibannya, serta akan mengefektifkan Direktorat Jenderal Pajak dalam  perekaman basis data, karena semua laporan/transaksi  Wajib pajak secara otomatis terekam dalam basis data pajak, walau masih ada beberapa data Wajib Pajak yang direkam secara manual. Namun dengan terintegrasinya secara sistem,  akan mempermudah fiskus/petugas pajak dalam mengawasi  kepatuhan Wajib Pajak serta mempermudah  dalam memproses permohonan Wajib Pajak atas hak dan kewajibannya.

Basis Data pajak boleh dibilang sebagai jantung  dari Direktorat Jenderal Pajak baik dalam rangka pengadministrasian, pelayanan, pengawasan maupun law enforcement perpajakan guna menciptakan keadilan pajak dan  pencapean target penerimaan pajak yang dibebankan oleh negara. Saat ini Ditjen Pajak memiliki  jumlah pegawai + 33.000 orang  untuk melayani dan mengawasi +  19 juta Wajib Pajak  dengan jumlah penduduk > 200jt relatif kurang ideal bila dibandingkan dengan beberapa negara seperti Jepang dengan jumlah penduduk + 120 juta pegawai pajaknya + 66.000 orang, Jerman dengan jumlah penduduk +82 juta  jumlah pegawai pajaknya + 110.000 orang,  Malaysia jumlah penduduk + 28 juta petugas pajaknya + 10.000 orang, Thailand jumlah penduduk + 64 juta jumlah petugas pajaknya + 19.000 orang.
Selain keterbatasan jumlah SDM , keterbatasan infrasturktur dan belum optimalnya integrasi pertukaran  data antar Departemen/Lembaga/Instasi pemerintah  maka pelayanan berbasis IT menjadi  sebuah keniscayaan yang harus terus dikembangkan dalam menopang  keadilan pajak dan pengamanan penerimaan negara dari sektor pajak.

Di sisi lain, dunia berbasis IT  berkembang begitu pesat, perkembangannya bukan mengalami evolusi  tetapi revolusi yang berkesinambungan, termasuk dunia kejahatan via internet  seperti  hacking ilegal  yaitu  sebuah kegiatan memasuki system melalui system operasional bisa mencuri data/identitas dll, ada pula yang dikenal dengan istilah craking, defacing, phising, spamming dan malware.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu institusi strategis dalam menghimpun dan mengamankan penerimaan negara termasuk dalam melindungi data-data wajib pajak juga tidak lepas dari serbuan para hacker, sebagaimana penjelasan Dirjen Pajak Fuad Rahmani  mencatat, setiap harinya ada ribuan hacker yang mencoba membobol melalui sistem informasi. “selalu ada hacker yang berupaya masuk sistem informasi kami, jumlahnya ribuan. Kalau ada yang mencoba masuk, kami akan kejar karena pasti ketahuan  dan saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian.” Sebagaimana dilansir  dari Liputan6.com (21/3/13). Ada pula  kejahatan defacing yang dialami situs DJP sebagaimana diberitakan KompasTekno, Jumat (13/12/2013) pagi, situs beralamat http://pajak.go.id telah berubah dengan latar belakang hitam dan terdapat gambar pocong disertai tulisan "thank you elz muahahahahaha”.  Termasuk  bocornya laporan pajak SBY yang kala itu masih menjabat Presiden menjadi perbincangan menarik di dunia maya.

Mengingat data wajib pajak adalah bersifat rahasia dan dilindungi oleh Undang-undang,   maka tingkat keamanan IT Ditjen Pajak haruslah sangat memadai. Apalagi tahun 2015 mulai digulirkan e-faktur  yaitu sebuah  faktur pajak yang dibuat melalui  aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) .  Sesuai Psl. 1  angka 23 UU PPN bahwa faktur adalah bukti pungutan  pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak  yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.  Mengingat faktur adalah merupakan bukti pungutan pajak  maka  mempunyai nilai yang krusial bagi proses  transaksi  bisnis, dimana  faktur tersebut menjadi  bukti  Pajak Masukan  yaitu  PPN yang  seharusnya sudah dibayar Pengusaha Kena Pajak (PKP)  karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) , dan menjadi  bukti pajak keluaran  yaitu PPN  yang wajib dipungut  oleh PKP yang telah melakukan penyerahan BKP.  Dan apabila faktur pajak telah dibuat  maka  harus  menyetorkan sejumlah pajak yang tercantum dalam faktur  ke Kas Negara.

Gambaran umum  pembuatan e-faktur  adalah setelah Wajib Pajak (PKP) telah membuat kontrak/membuat kesepakatan melakukan transaksi maka membuat  faktur pajak dan melakukan pencatatan  baik secara manual ataupun secara elektronik,  selanjutnya  PKP memasukkan data faktur  secara manual atau impor data ke aplikasi e-faktur,  setelah melaporkan  faktur pajak ke Ditjen Pajak, maka  akan mendapat  persetujuan /aproval secara elektronik  dan  Wajib Pajak (PKP) akan menerima creat  PDF dan dapat mencetak faktur.  Faktur  Pajak tersebut disampaikan ke Pembeli bisa melalui elektronik.   PKP dalam melakukan pembuatan efaktur harus login terlebih dahulu menggunakan password yang disediakan oleh pihak internal pajak, ada 2 hal yang rentan dalam kondisi seperti ini.  Sebagaimana penggunaan aplikasi secara on-line pasti membutuhkan password, maka  penggunaan password haruslah hanya diketahui oleh petugas /Wajib Pajak (PKP)  yang  harus dijaga kerahasiaannya. Apabila tidak disiplin dalam menjaga kerahasiaan password yang dimilikinya, maka bisa jadi yang menggunakannya orang diluar yang bersangkutan.  Yang ke dua adalah untuk menjaga  kerahasiaan dan prinsip kehati-hatian  akan lebih baik  Ditjen Pajak dalam melakukan validasi menggunakan 2 langkah, aktivasi by email dan aktivasi by phone (kode aktivasi dikirim melalui sms ke hp PKP, dan harus memasukan kode aktivasi dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama), sebagaimana hal ini telah dilakukan pada transaksi online dengan menggunakan kartu kredit.  

Selain itu  halaman login pada e-faktur, apabila tidak dijaga, maka bisa dibuat halaman duplikasi oleh seorang atacker untuk mendapatkan password dari PKP. Hal ini tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan oleh para atacker untuk mendapatkan akun facebook, klikbca dll, yang kebanyakan mereka berhasil melakukan dengan cara duplikasi halaman login, sehingga saat PKP memasukkan password, maka password tersebut akan dikirim ke komputer atacker. Langkah  pengamanan juga telah dilakukan  Ditjen Pajak, saat ini  baru menetapkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejumlah 45 PKP  yang wajib membuat e-Faktur mulai 1 Juli 2014, dan selanjutnya tentu akan diperluas, dengan ditetapkannya PKP pembuat e-faktur maka hanya PKP tersebut yang bisa  akses.  

Begitu krusialnya  sebuah faktur bagi proses transaksi bisnis penyerahan barang/jasa dan penting pula bagi administrasi  perpajakan, Ditjen Pajak telah melakukan penyempurnaan yang berkisanambungan, dari  registrasi ulang PKP, pengetatan pengukuhan PKP, pemberian nomor faktur yang  terpusat secara  elektronik dikenal dengan e-nova,  dan tahun 2015 akan ada sejarah baru dengan diberlakunya e-faktur. e-Faktur perlu tingkat kehati-hatian dan keamanan yang tinggi serta perlu didukung oleh koneksitas jaringan yang mamadai mengingat  menyangkut keseharian proses bisnis dunia usaha, serta rentannya penyalahgunaan faktur dan juga  masih adanya penerbitan faktur  fiktif.

Penyalahgunaan  faktur serta  penerbitan faktur fiktif   dapat merugikan  negara milyaran rupiah masih terus terjadi. Seperti pers  rilis DJP tanggal 4 Nopember 2014 bahwa  Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak (PPNS Ditjen Pajak) bekerja sama dengan Penyidik Bareskrim Polri telah melakukan penangkapan terhadap 10 (sepuluh) orang yang terkait dengan perusahaan yang diduga terlibat dalam penerbitan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Dari keempat jaringan penerbit Faktur Pajak tersebut, 2 (dua) jaringan telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara setidaknya Rp 41 Miliar, sedangkan 2 (dua) jaringan lainnya saat ini sedang dalam pengembangan kasus. 

Begitu strategisnya Direktorat Jenderal Pajak dalam  menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak, dan begitu  pentingnya data-data pada  Direktorat Jenderal Pajak,  dengan perkembangan IT semua semakin mudah, namun juga menjadi semakin rentan bila tidak dijaga. Karena IT juga selalu menimbulkan  adanya celah yang bisa digunakan atacker untuk masuk ke dalam sistem.  Tidak ada salahnya  bila petugas IT Ditjen Pajak dalam melindungi  server  dari serangan  atacker juga berpikir selaknyaknya  seorang hacker,  sehingga bisa membayangkan jenis serangan  yang akan terjadi berikut cara menangkalnya. Yang lebih rentan apabila atacker meretas data pajak dan mengotak ngatiknya namun tidak terdeteksi/ tidak diketahui yang akan  menguntungkan pihak-pihak tertentu namun berakibat  pada kerugian penerimaan negara .

Pelayanan perpajakan berbasis IT adalah sebuah keniscayaan. Your dream come true,” ungkap Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmani saat sambutan membuka  launching e-Faktur Pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Rabu 25 Juni 2014. e-Faktur Pajak memang menjadi impian bagi Ditjen Pajak maupun Wajib Pajak. Namun  pepatah  “sedia payung sebelum hujan” juga  akan terus relevan.


Komentar

Postingan Populer